Substansi PTS Kepala Sekolah: Supervisi Pembelajaran
(Akademik)
Diagram 1. Perilaku Supervisi, Perilaku Pembelajaran dan
Perilaku Belajar
Temuan riset dan rekomendasi yang pernah dikedepankan
oleh Alfonso tersebut, tampaknya sangat relevan jika ditarik dalam realitas
pendidikan di sekolah era sekarang ini. Kemampuan kepala sekolah dalam
melakukan supervisi ternyata tidak hanya memberikan kontribusi pada makin
baiknya perilaku belajar siswa, melainkan juga memberikan kontribusi pada aspek
strategis lainnya: perilaku riset tindakan kelas oleh guru, perilaku konselor sekolah dalam memberikan advice kepada
kliennya, perilaku pustakawan sekolah dalam memberikan service kepada
pelanggannya, perilaku laboran dan teknisi sumber belajar dalam mendukung
praksis pembelajaran, dan perilaku staf administratif dalam memberikan layanan
kepada siswa. Pada hal, seluruh perilaku tenaga kependidikan (kepala sekolah,
guru, konselor, pustakwan, laboran dan teknisi sumber belajar) akan mengerucut
pada perilaku belajar siswa (Diagram 2)
Diagram 2. Pengaruh Perilaku Supervisi Kepala Sekolah
terhadap Perilaku Pelayanan Pendidikan dan Perilaku Pembelajaran
Sesuai dengan bidang kerja kekepalasekolahan, seorang
kepala sekolah bertanggungjawab terhadap kualitas proses dan hasil pembelajaran
yang dilakukan oleh guru yang menjadi binaan di sekolahnya. Kualitas
pembelajaran guru niscaya akan dapat ditingkatkan, ketika guru tersebut
berkompeten dalam menjabarkan kurikulum (dalam hal ini adalah KTSP ke dalam
perangkat-perangkat kurikulum: silabus, RPP, KKM, rencana evaluasi),
melaksanakan implementasi pembelajaran, dan melaksanakan pengelolaan kelas.
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan
dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. KTSP dikembangkan sesuai
dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite
sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau
Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk
pendidikan menengah. Penyusunan KTSP berpedoman pada standar isi dan standar
kompetensi lulusan serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh Badan
Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP).
Menurut BSNP Depdiknas (2006) dan Mulyasa (2006),
penyusunan KTSP merupakan bagian dari kegiatan perencanaan sekolah/madrasah.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah melakukan koordinasi dengan dinas
pendidikan setempat, (2) melakukan analisis konteks, penyiapan dan penyusunan
draf, (4) review dan revisi draf, (5) finalisasi draf, dan (6) pemberlakuan
KTSP.
Koordinasi perlu dilakukan oleh kepala sekolah dalam
merencanakan dan menyusun KTSP. Kegiatan koordinasi sekurang-kurangnya
menyangkut dua kegiatan sebagai berikut: (1) melakukan koordinasi mengenai
rencana penyusunan KTSP dengan dinas pendidikan kabupaten/kota setempat, dan
(b) menghubungi ahli pendidikan setempat untuk diminta bantuannya sebagai nara
sumber dalam kegiatan penyusunan KTSP.
Analisis konteks merupakan kegiatan yang mengawali
penyusunan KTSP. Kegiatan ini dapat dilakukan dalam rapat kerja atau lokakarya
yang diikuti oleh tim penyusun KTSP. Kegiatan menganalisis konteks mencakup dua
hal pokok, yaitu: (1) analisis potensi dan kekuatan/kelemahan yang ada di sekolah
(peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, biaya, dan
program-program yang ada di sekolah), (2) analisis peluang dan tantangan yang ada
di masyarakat dan lingkungan sekitar (komite sekolah, dewan pendidikan, dinas
pendidikan, asosiasi profesi, dunia industri dan dunia kerja, sumber daya alam
dan sosial budaya), dan (3) mengidentifikasi standar isi dan
standar kompetensi lulusan sebagai acuan dalam penyusunan KTSP.
Setelah tim penyusun KTSP memahami potensi dan
kekuatan/kelemahan sekolahnya, serta peluang dan tantangan yang ada di
masyarakat dan lingkungannya, tibalah saatnya tim mulai bekerja menyiapkan dan
menyusun draft KTSP. Kegiatan ini dapat juga dilakukan dalam suatu rapat kerja
atau lokakarya yang dihadiri oleh seluruh anggota tim penyusun KTSP.
Tahapan-tahapan dalam manajemen mutu KTSP, dimulai dari
perumusan perangkat KTSP dengan melibatkan stakeholders sekolah, yang terdiri
atas: pengembangan silabus, penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran, dan penyusunan
perangkat evaluasi berbasis kelas.
Adapun stakeholders sekolah yang dilibatkan
dalam perumusan perangkat KTSP adalah: kepala sekolah (ketua merangkap
anggota), guru (anggota), konselor sekolah (anggota), komite sekolah (anggota),
ahli pendidikan (nara sumber), dinas pendidikan (koordinasi dan supervisi).
Dalam KTSP tersebut juga dirumuskan kriteria ketuntatasan minimal (KKM) yang
harus dicapai oleh peserta didik pada masing-masing mata pelajaran dan kelas.
Pengontrolan atas mutu KTSP yang dirumuskan oleh sekolah beserta dengan
stakeholdersnya dilakukan dengan membandingkan dengan kisi-kisi evaluasi KTSP
baik dari segi rumusannya, pihak-pihak yang terlibat dan dari segi
substansinya.
Kegiatan pembelajaran adalah sebagai kelanjutan dari
penjabaran kurikulum. Jika penjabaran kurikulum terkait dengan aspek
rumusannya, maka kegiatan pembelajaran terkait dengan implementasi kurikulum di
tingkat kelas. Dalam perspektif KTSP, menurut BSNP Depdiknas (2006) dan Mulyasa
(2006), kegiatan pembelajaran adalah suatu aktivitas yang mengupayakan agar
siswa terkondisi untuk belajar. Belajar sendiri merupakan kegiatan aktif siswa
dalam membangun makna atau pemahaman. Guru memberikan dorongan kepada siswa
untuk menggunakan otoritasnya dalam membangun gagasan. Tanggungjawab belajar
ada pada diri siswa, tetapi guru bertanggungjawab untuk menciptakan situasi
yang mendorong prakarsa, motivasi dan tanggungjawab siswa untuk belajar
sepanjang hayat.
Agar kegiatan pembelajaran berjalan dengan efektif, ada
sejumlah prinsip yang menurut perspektif KTSP harus dipedomani. Prinsip
tersebut diangkat dari bebagai perspektif psikologi (behavioristik, kognitif,
humanistik dan gestal), yaitu: (1) berpusat pada siswa, ialah bahwa kegiatan pembelajaran
hendaknya mengkondisikan agar siswa belajar sesuai dengan bakat, minat,
kemampuan dan potensinya, (2) belajar dengan melakukan, ialah memberikan pengalaman
nyata sehari-hari, terkait penerapan konsep, kaidah dan prinsip disiplin ilmu
yang dipelajari, (3) mengembangkan kemampuan sosial, ialah memberikan
kesempatan kepada siswa mengkomunikasikan gagasannya kepada siswa lain dan
guru, (4) mengembangkan keingintahuan, imajinasi
dan fitrah bertuhan, sebagai model dasar untuk bersikap peka, kritis, mandiri
dan kreatif serta bertakwa kepada Tuhan, (5) mengembangkan ketrampilan
pemecahan masalah, karena keberhasilan hidup banyak ditentukan oleh kemampuan
untuk memecahkan masalah, (6) mengembangkan kreativitas siswa, dengan cara
memberi kesempatan dan kebebasan kepada siswa untuk berkarya secara
bersinambung, (7) membangun kemampuan menggunakan ilmu dan teknologi, dengan
memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh informasi dari berbagai media,
(8) menumbuh-kembangkan kesadaran sebagai warga negara yang baik, (9) belajar
sepanjang hayat, ialah bahwa pembelajaran perlu mendorong siswa untuk melihat
dirinya secara positif, mengenali diri sendiri, percaya diri, memahami diri
sendiri dan orang lain serta mendorong dirinya sendiri untuk terus belajar
sepanjang hayat, dan (10) adanya perpaduan antara kompetisi, kerja sama dan
solidaritas.
Sementara itu, kegiatan manajemen kelas adalah pengaturan
terhadap fisik dan psikologis kelas agar teroskestrasi sehingga menjadi sebuah
panggung yang menarik siswa untuk terlibat dalam proses pembelajaran. Mengingat
kelas yang kondusif adalah prasyarat bagi pembelajaran yang kondusif, maka
manajemen mutu kelas juga menjadi prasyarat mutu pembelajaran. Ruang kelas
harus diorkestrasikan sehingga memungkinkan aksesibilitas (siswa mudah menjangkau
alat dan sumber belajar), interaksi (hubungan timbal balik siswa-siswa dan
siswa-guru), dan variasi kerja siswa (bekerja perorangan, berpasangan dan
kelompok).
DePorter (2002) melalui Quantum Teaching mengedepankan
perlunya mengorkestrasi kelas dengan label lingkungan yang mendukung. Kelas
yang baik menurutnya didukung dengan poster ikon, poter afirmasi, warna yang
disukai dan menggairahkan, serta alat bantu belajar. Guna menguji bermutu
tidaknya suatu kelas, seorang kepala sekolah dapat membunyikan bel tanda
istirahat sebelum pembelajaran selesai. Ketika siswa cepat berhamburan keluar
dari ruangan kelas dan merespon dengan teriak ”hore”, maka kelas tersebut
dipandang tidak begitu bermutu. Sebaliknya, jika siswa merespon dengan ungkapan
”huu...” dan mereka tidak mau keluar dari kelasnya, maka itu adalah indikator
kelas yang bermutu. Dengan perkataan lain, kelas yang bermutu adalah menarik
secara fisik dan secara psikologis. Baik kemenarikan secara fisik maupun
psikologis, sengaja didisain oleh manajer sekolah dan diimplementasikan serta
diperbaiki secara berulang.
Keseluruhan proses-proses di bidang akademik, mulai dari
penjabaran kurikulum, implementasi pembelajaran, dan pengelolaan kelas
hendaknya mendapatkan pengawalan dan pembinaan dari pengawas. Keseluruhan
proses-proses di bidang akademik tersebut, dapat menjadi substansi PTS. Oleh
karena itu, substansi PTS tersebut adalah:
a. Di bidang kurikulum.
- Membantu guru dalam mencermati kurikulum.
- Membantu guru dalam melakukan worshop kurikulum.
- Membantu guru dalam menyusun silabus.
- Membantu guru dalam menyusun KKM.
b. Di bidang pembelajaran:
- Membantu guru dalam menyusun RPP.
- Membantu guru dalam implementasi pembelajaran.
- Membantu guru dalam menerapkan berbagai model pembelajaran.
- Membantu guru dalam menerapkan berbagai metode pembelajaran.
- Membantu guru dalam menerapkan berbagai media pembelajaran.
- Membantu guru dalam mengidentifikasi dan memanfaatkan berbagai sumber belajar.
- membantu guru dalam meningktkan ketrampilan pembelajaran.
- Membantu guru dalam mengidentifikasi dan menerapkan evaluasi berbasis kelas.
c. Di bidang pengelolaan kelas:
- Membantu guru mengorkestrasi ruang kelas untuk pembelajaran.
- Membantu guru mengidentifikasi dan memecahkanmasalah-masalah individual pengelolaan kelas.
- Membantu guru mengidentifikasi dan memecahkan masalah-masalah kelompok pengelolaan kelas.
- Membantu guru meningkatkan kohesivitas kelas.
- Membantu guru-guru menerapkan berbagai pendekatan pengelolaan kelas.
- Membantu guru-guru menciptakan iklim kelas yang kondusif.
Sumber:
Makalah Ali Imron: PENELITIAN TINDAKAN SEKOLAH UNTUK KEPALA SEKOLAH DALAM RANGKA PENINGKATAN KINERJA PEMBELAJARAN
Makalah Disampaikan pada Sosialisasi Akuntabilitas Kinerja Kepala Sekolah Dalam Inovasi Pembelajaran
Demikian pembahasan tentang Substansi PTS Kepala Sekolah: Supervisi Pembelajaran (Akademik). Semoga dapat menambah pemahamannya tentang Manajemen Pendidikan,Penelitian,. Kritik dan saran melalui kolom komentar dibawah. Save dan share artikel ini untuk berbagi pengetahuan dengan klik ikon dibawah ini.
Social Media